Saya menyambut tahun 2018 dengan memamerkan senyum bijak dan hati yang penuh oleh penerimaan. Setelah memutuskan untuk terjun bebas dan hanyut lebih dalam pada kesibukan sebagai wujud kecintaan, saya tahu hidup saya, sedikit pun, tidak akan pernah sama lagi.
Jika sebelumnya saya melakukan sesuatu melulu untuk kepentingan diri saya, kini selalu mengutamakan kebaikan bagi orang lain.
Belum lama, memang, namun rintangan rasanya tidak pernah habis. Satu usai, seribu menanti. Tekanan datang tidak hanya dari luar kendali saya, namun juga lingkup internal dan diri sendiri. Sebagai sulung yang sering melibatkan keluarga dalam keseharian, hal paling berat yang saya hadapi adalah berkurangnya intensitas untuk misuh-misuh di tengah keluarga. Saya yang setiap malam menyempatkan diri untuk menemani Ibu atau Bapak bercakap kini setiba di rumah hanya menemui wajah mereka yang lelah dan penuh kekhawatiran. Tak ada lagi waktu untuk menceritakan kebodohan-kebodohan saya, komunikasi kami hanya berputar pada izin saya untuk mengikuti kegiatan yang tiada akhirnya. Belum lagi kebutuhan finansial yang berlebihan untuk ukuran mahasiswa yang juga harus saya bebankan di pundak mereka. Rasanya harapan saya untuk tidak menyusahkan orangtua dalam menjalani hari sebagai pelajar pupus sudah.
Kerinduan yang sama hadir saat terbesit memori tentang persoalan hidup yang lebih sederhana. Menyempatkan waktu untuk ikut penyaluran donasi secara langsung ke panti asuhan secara rutin, misalnya, yang saat ini tidak lagi saya lakukan lantaran kesibukan di kampus. Atau, berkunjung ke pelosok dan berbagi apa saja yang saya miliki untuk dinikmati adik-adik yang punya cita-cita untuk mengecap pendidikan yang layak. Tanpa banyak usaha, melihat tawa teman-teman di panti asuhan dan pelosok saja sudah menenangkan hati saya.
Belum lagi meluangkan waktu untuk menulis di sini, ada banyak ide yang menumpuk dan hanya berakhir di buku catatan tanpa sempat saya olah dan bagikan. Jangan tanya apakah saya masih sempat menamatkan buku--tiga bulan berlalu, tidak satu pun tersentuh.
Namun, di samping segala tantangan dan kerinduan yang harus disimpan rapat-rapat, perlahan tapi pasti saya mulai menikmati ritme hidup yang baru. Berusaha menjadi pendengar yang baik bagi banyak orang, meski pada akhirnya mengakui tidak bisa memenangkan semua hati. Menemukan keluarga dan rekan kerja yang sedang belajar untuk menentukan gayanya sendiri. Pencapaian tertinggi bagi diri sejauh ini, saya tiba pada titik merasa harus bekerja lebih keras, dan tenggelam lebih jauh.
Karena perjalanan saya bukan hal mudah dan tidak bisa berlalu begitu saja, maka dibutuhkan cinta yang lebih besar agar dapat menjalani semuanya dengan ikhlas dengan segala pengorbanan.
Maka, izinkan saya untuk jatuh cinta lebih dalam lagi,
dengan organisasi ini,
dan orang di dalamnya.
No comments:
Post a Comment