12/21/17

Nyanyian Mockingbird


"Kau tidak akan bisa memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya... hingga kau menyusup ke balik kulitnya dan hidup dengan caranya."
To Kill A Mockingbird dibuka dengan sebuah kalimat dari Atticus Finch--kelak akan diketahui bahwa kalimat itu adalah jawaban yang diberikan kepada bungsunya, Scout, saat bertanya mengapa banyak orang begitu memandang rendah orang kulit hitam padahal belum tentu mereka berkelakuan dan berhati buruk. Butuh lebih dari satu bulan untuk saya mengikuti kisah mereka hingga akhir. Selain dihambat aktivitas perkuliahan, puluhan halaman pembuka buku ini juga tidak cukup menarik minat. Mungkin bukan bahasa terjemahannya yang sulit dimengerti, tetapi pengenalan tokoh yang sangat banyak atau alur ceritanya memang lambat dan mengundang kantuk.

Sastra klasik ini berusia hampir 58 tahun, juga sudah diadaptasi ke layar lebar. Hingga satu bulan yang lalu saya sama sekali tidak peduli dengan eksistensi Harper Lee tetapi kini mengakui literaturnya adalah salah satu yang memenangkan hati.

Saya sudah tidak asing dengan tulisan yang membahas isu rasial di Amerika Serikat, atau novel yang mengangkat kisah lembaga peradilan bersistem juri dengan seorang pengacara sebagai tokoh utama. Namun, rasanya berbeda jika seluruh cerita itu disampaikan dari sudut pandang Scout, seorang anak perempuan tomboi berusia enam tahun yang dengan leluasa bercerita tentang segala sesuatu--yang ia lihat, dengar, dan rasakan--secara jujur, tanpa motif tertentu, tanpa prasangka. Scout menjadi tokoh utama yang membimbing pembaca ke dalam cerita tiga puluh bab penuh kejutan, namun lebih banyak lagi perenungan.
"Keberanian adalah saat kau tahu akan kalah sebelum memulai, tetapi kau tetap memulai dan kau merampungkannya, apa pun yang terjadi."
Kehidupan Jeremy "Jem" Finch (10 tahun) dan Jean Louise "Scout" Finch (6 tahun) bersama Atticus, sang ayah yang berprofesi sebagai pengacara, bisa dibilang menyenangkan. Kehadiran Calpurnia, pembantu mereka yang berkulit hitam dan penuh perhatian, menambah hangat suasana keluarga kecil ini dan membantu Atticus mendidik anak-anak dengan menyampaikan kebajikan-kebajikan sederhana mengenai moral dan etika. Kunjungan Dill Harris pada liburan musim panas menambah keseruan hidup Jem dan Scout, terutama dalam mengusik Arthur 'Boo' Radley, tetangga yang terlihat misterius di mata kanak-kanak mereka. Tetangga lain juga saling mengenal dengan baik sebab keluarga yang menghuni Maycomb County tidak pernah berubah dari generasi ke generasi.

Namun, sejak Atticus ditunjuk oleh pengadilan untuk menjadi pengacara bagi seorang kulit hitam yang didakwa memperkosa wanita kulit putih, kehidupan keluarga ini berubah. Rasa tidak senang menjalar ke seluruh county karena Atticus, sosok yang menjadi panutan, membela seorang nigger yang dianggap sebagai budak orang kulit putih. Hal yang sama dialami Scout ketika teman-teman sekolah mengejek bahwa ayahnya adalah pecinta nigger. Sebagai pembaca, saya tiba pada titik sangat meyayangi dan menghormati Atticus, dan penghargaan tersebut semakin melambung ketika Atticus menekankan pada anak-anaknya untuk menjadi seseorang yang terhormat dengan tidak berbalik membalas cemooh itu dengan kekerasan.
"Satu hal yang tidak tunduk pada mayoritas adalah nurani seseorang."
Sesungguhnya buku ini sarat akan makna dan pesan moral mengenai keadilan, kesetaraan, atau buruknya berprasangka, tetapi setelah membacanya hati saya terasa penuh dengan rasa sayang kepada Atticus. Bagi saya Atticus adalah ayah terbaik dalam seluruh karya fiksi yang pernah saya baca.

Sebagai individu, Atticus memiliki integritas yang tidak perlu diragukan. Ia hidup sesuai dengan pedoman etikanya: hati nurani menjadi pemandu. Itulah mengapa Atticus bersedia memperjuangkan hak-hak Tom Robinson di pengadilan meskipun Tom berkulit hitam. Karakter jujur itu pula yang membuatnya disukai oleh seluruh warga county. Mengutip Miss Maudie, "Atticus Finch adalah orang yang sama di rumah dan di jalan umum." Maknanya sederhana: Atticus tidak memiliki sesuatu untuk disembunyikan. Dia tidak berpura-pura di depan tetangga dan keluarganya. Atticus akan melakukan hal yang benar tidak peduli siapa yang ada di sekitarnya, tanpa mencoba mengesankan atau menyakiti siapa pun.

Ilustrasi dari film To Kill A Mockingbird

Sebagai ayah dan single parent, Atticus mendidik Jem dan Scout menjadi anak-anak yang cerdas dan kritis. Atticus paham betul bahwa dirinya adalah sosok yang harus menjadi teladan bagi kedua anaknya, maka itulah yang ia lakukan. Atticus gemar membaca dan secara tidak langsung menanamkan kebiasaan membaca pada Jem dan Scout--hal yang suatu hari menimbulkan rasa kalah pada diri guru Scout karena mendapati gadis itu bisa membaca dengan lancar di usianya yang masih sangat muda. Atticus mampu mewadahi rasa ingin tahu Jem dan Scout dengan menjawab setiap rasa penasaran mereka dengan lugas.

Yang amat saya kagumi dari Atticus adalah ia menjadi orangtua yang mampu membimbing Jem dan Scout untuk memiliki hati yang lurus sejak mereka kanak-kanak. Keluguan mereka dengan pandai diarahkannya pada perbuatan baik, berani, adil, dan pengendalian diri yang hanya dapat dimiliki seorang anak dari orangtua yang bijaksana. Ketika Atticus menasihati Scout, "Apa pun yang dikatakannya kepadamu, kamu harus berusaha agar ia tidak membuatmu marah," itulah yang dilakukan Scout demi menjaga kepercayaan ayahnya.

Mockingbird sebagai frasa pada judul novel menjadi simbol tentang innocence. Analogi bagi seorang yang tidak merugikan, tidak mengganggu orang lain. Persis seperti mockingbird, yang dalam buku ini digambarkan sebagai murai bersuara merdu yang tidak melakukan apa pun kecuali bernyanyi dengan tulus. Itulah mengapa membunuh mockingbird (To Kill A Mockingbird) digolongkan sebagai perbuatan dosa. Menurut saya ada dua tokoh yang dapat dianalogikan sebagai mockingbird, Tom Robinson dan Boo Radley--tentang mengapa dan bagaimana kaitannya silakan dibaca sendiri. :)

Saya lupa kapan terakhir kali menikmati buku yang membuat saya termenung lama usai membaca kalimat terakhir. Banyak rasa berkecamuk di hati, seperti gemas dan gregetan--entahlah saya tidak bisa menggambarkannya dengan baik--yang hanya saya rasakan jika menamatkan buku-buku bagus. Meskipun memang ada sedikit penyesalan, ke mana saja saya selama ini?

To Kill A Mockingbird adalah bacaan klasik yang memiliki semua faktor untuk menjadi buku terbaik. Narasi Scout kocak dan menyentuh, mengingatkan bahwa di tidak peduli apa warna kulit seseorang, mereka dapat melakukan hal baik dan buruk. Jika ada kesalahan, maka yang harus diadili adalah perbuatannya, bukan fisiknya.

Sebab di dunia ini hanya ada satu jenis manusia: manusia.

No comments:

Post a Comment