"WHAT?!@#$%^&?"
Teriakan yang sarat akan rasa tidak percaya itu selalu diikuti dengan kening yang berkerut, membuat kedua alis tampak hampir menyatu. Kedip mata hanya dilakukan satu-dua kali. Dan semuanya berlangsung selama sepuluh detik.
Kurang lebih seperti itulah respon yang saya terima dari teman sekampus (atau siapa pun yang baru mengenal) ketika saya mengklaim diri sebagai anggota paskibra. Kalimat selanjutnya adalah, "Kamu kan.. ehm, pendek.. kok..?"
Kalian terlalu mengecilkan saya, teman-teman.
Dan, terlalu jujur. :)
I've joined the club anyway. Beruntungnya karena organisasi sekolah ini lebih mengedepankan pengembangan karakter daripada menilai fisik belaka.
Lima tahun berlalu sejak kali pertama saya menjadi anggota, dan saya masih di sini. Senior saya banyak yang lebih tua, juga masih menyempatkan waktu untuk berkunjung. Dua-tiga bahkan sesekali membawa anak-anak mereka. Beberapa berakhir tidak hanya sebagai sahabat dalam satu wadah, namun keluarga dengan ikatan yang sah.
Namun, dalam perayaan hut Indonesia dan paskibra kali ini hati saya disentil oleh Tuhan dan serasa diingatkan lagi dan lagi: human beings do not live forever.
Tahun-tahun sebelumnya, salah seorang senior selalu hadir di tengah-tengah kami dan berbagi pengalaman. Saya suka sekali dengan senior saya itu. Beliau tidak pernah berkomentar pedas, tuturnya lembut dan menyenangkan. Tapi kini tidak ada lagi keanggunan beliau yang biasanya membuat kami segan dan kagum, rupanya Tuhan lebih sayang.
Saat kabar kematian beliau, atau orang lain yang masih muda dan baik hati, datang, rasanya hidup ini semakin sia-sia kalau hanya mengejar sisi nggak pentingnya. Melakukan apa saja untuk menambah followers dan likes di media sosial, menghabiskan waktu untuk bekerja tanpa peduli sekitar demi memenuhi obsesi pada uang dan kekayaan, mati-matian mengubah gaya hidup agar bisa diterima oleh kelompok tertentu, menggunjing tetangga yang membeli mobil baru, jadi insecure dan posesif sama pacar karena takut doi balikan sama mantan, dan lain-lain.
Dalam salah satu diskusi saya dengan teman-teman tentang hal ini, ada yang berkomentar, "Selagi masih hidup, ya, dinikmatinlah. Lakuin apa yang kamu mau, selama bisa dipenuhi oleh tubuh bernyawa, ya, oke-oke saja."
But we know less than Jon Snow.
Kadang kita terlalu sombong dan merasa belum ditakdirkan berpulang dalam waktu dekat. Terlalu terbuai dengan hal-hal yang sifatnya sementara seperti rasa yang dulu kamu bagi ke saya, sampai kita lupa bahwa kita bahkan nggak tahu waktu kematian itu sendiri, dan ternyata hal-hal yang kita lakukan selama ini belum cukup menjadi bekal untuk kehidupan selanjutnya.
Saya nggak sedang mencoba berceramah atau menggurui, hanya mengingatkan diri bahwa dunia pun bisa usai.
Apakah saya akan kembali bergabung dalam tujuh belasan tahun depan, saya nggak pernah tahu. Jika memang tidak lagi, ketika nama saya sempat terlintas di benak kalian walau sekejap, saya mohon didoakan, ya. Moga kita dapat selalu berbagi kebaikan, semasa hidup hingga saat semuanya menemui akhir.
Can I get amen?
they even may don't believe that you were our chief years ago. Aamiin, ya, Jend.
ReplyDeletedeh, butiran debu ja tanpamu. <3
Delete