8/2/17

Labelling


Dalam mata kuliah Kriminologi beberapa semester lalu (dua atau tiga, saya lupa), kami diperkenalkan pada teori-teori yang menjelaskan berbagai penyebab seseorang melakukan perbuatan yang melawan hukum dan menyimpang dari pandangan society mengenai kebaikan. Salah satunya (semoga saya tidak salah) adalah Teori Labelling.

Saya rasa kita semua paham bahwa labelling adalah pemberian cap pada diri seseorang yang akan melekat sebagai identitas. Dengan memberikan label, kita cenderung menilai orang lain dari satu karakter yang mencerminkan keseluruhan pribadinya. Karena konsep labelling yang cenderung berkonotasi negatif, labelling kemudian menjadi penyebab kejahatan karena jika kita sudah melabel seseorang jahat karena satu perbuatan dan memperlakukannya seperti kriminal hebat, maka dia cenderung mengikuti label yang ditetapkan kepadanya.

Misalnya ada anak yang dicap bandel oleh gurunya dan diperlakukan seperti anak bandel, walaupun dia sebenarnya nggak begitu, lama-kelamaan dia akan memenuhi label tersebut dengan menjadi anak bandel.

Jadi, daripada setiap hari ngedumel, "Kok kamu sering telat, sih?" lebih baik menunjukkan sisi positif yang ada pada diri orang lain, "Kalau ada kamu rapatnya lebih hidup, lho! Coba aja kamu datengnya lebih awal.."

Iya, ini sedang ngomongin kalian, wahai sahabat-sahabat dahsyat.

Beberapa hari lalu saya mengaduh sama Mama karena merasa dituntut terlalu tinggi sama orang-orang sekitar. Mama hanya mengedikkan bahu dan membalas, "Ya udah."

"Eh? Maksudnya?"

"Live up the expectation."

Saya mau bilang kalau ini mungkin semacam konsep labelling yang dibalik. Kalau orang lain percaya dan mengecap bahwa kita 'mampu dan bisa', kenapa nggak sekalian dibikin 'mampu dan bisa' saja, kan?

No comments:

Post a Comment