Tujuh bulan yang kami lalui dibayar oleh isakan. Sesenggukan. Tepukan pada bahu. Usapan di kepala. Pelukan. Genggam tangan yang saling menguatkan. Saling menyemangati, padahal hati sendiri hancur bak tak berarti.
Bibir yang tak henti melafal doa mendadak bisu. Senyum yang bergantung di wajah Ketua Delegasi hanya menusuk hati semakin dalam. Bukan, bukan senyum itu yang kami nantikan sejak tadi. Bukan senyum sedih itu. Senyum yang tak sampai ke matanya. Senyum yang terpaksa ditarik untuk menenangkan kami, yang malah membuat hati semakin gelisah.
Mengetahui kami tidak lolos ke babak final, rasanya mimpi yang tujuh bulan kami pupuk tiba-tiba terbang, mungkin bergabung dengan awan yang kelabu. Tak ada yang mampu mengangkat diri dari posisi duduknya. Mendengar tim di sebelah kamar bersorak merayakan impian mereka yang sudah di depan mata membuat kami semakin lemas. Ternyata begini rasa sakit yang senior berdoa kami tidak perlu merasakannya. Jika dibandingkan dengan pedihnya ditinggalin pacar dulu, yang ini jauh lebih menyesakkan.
[NEXT: NMCC Bulaksumur 3 | Part 2]
No comments:
Post a Comment