Konferensi Meja Bundar.
Nggak, gue gak bermaksud berkisah tentang pertemuan di Belanda oleh bapak-bapak puluhan tahun silam demi mempercepat pemberian kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat. Itu hanya cara gue menyebut diskusi di meja makan yang sering dilakukan keluarga gue. Kami akan duduk mengelilingi meja makan (yang memang berbentuk bulat) lalu salah satu dari kami akan membuka forum. Entah emang ada hal penting yang harus segera ditemukan solusinya atau hanya sekadar cuap-cuap ibu-ibu tentang sanak saudara yang baru kelar nikahan.
Nggak, gue gak bermaksud berkisah tentang pertemuan di Belanda oleh bapak-bapak puluhan tahun silam demi mempercepat pemberian kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat. Itu hanya cara gue menyebut diskusi di meja makan yang sering dilakukan keluarga gue. Kami akan duduk mengelilingi meja makan (yang memang berbentuk bulat) lalu salah satu dari kami akan membuka forum. Entah emang ada hal penting yang harus segera ditemukan solusinya atau hanya sekadar cuap-cuap ibu-ibu tentang sanak saudara yang baru kelar nikahan.
Suatu hari, seorang tante abis temu kangen sama teman-teman SMA-nya. Doi cerita banyak tentang pengalaman absurd masa remaja hingga perjuangan yang mereka lakuin demi mengejar cita-cita sampai seperti sekarang. Kisah cinta tak luput dibagi kepada gue dan mama yang waktu itu hanya berdua di rumah.
"Eci, Tante pengin nunjukin sesuatu ke kamu," ujarnya tiba-tiba sambil memainkan jari di atas layar smartphone. Jangan tanya kenapa doi manggil gue Eci, long story.
Akhirnya, sebut saja Tante Angelina Jolie, menjulurkan smartphone-nya ke gue. Layarnya menampakkan foto bapak-bapak lagi ngopi. "Lihat yang duduk di sudut, deh, Ci." Gue pikir bakal nemuin sadako atau apa, tapi nggak, kok. Di sudut sana, tampak seorang lelaki paruh baya dengan kaus sobek di beberapa bagian. Kulitnya cokelat gelap akibat terbakar matahari. Keriput tampak menghiasi sebagian permukaan wajahnya (gue rasa umurnya menjelang kepala lima). Dua lelaki di sekitarnya terlihat jauh lebih muda.
Gue memberi Tante Angel tatapan lha-terus-kenapa, lalu beranjak ke dispenser yang jaraknya lima langkah dari meja makan dengan niat membuat susu cokelat panas. Ketika gue ingin menggapai cita-cita tupperware berisi gula, Tante Angel kembali buka suara. "Dulu, dia cowok paling beken di sekolah."
Wait..
What?
Gue tertegun. Tangan gue menggantung di udara. Sekian detik hingga kesadaran gue kembali dan bisa menatap Tante Angel. "Aku gak salah denger, kan, Tan?"
Tante Angel mengangguk singkat. "Jaman Tante muda dulu, kalau mau tau barang mahal keluaran terbaru ya tinggal lihat dia. Apa yang melekat di badannya adalah produk merk terkenal. Dia jadi semacam maskot angkatan gitu." Tante Angel menghirup tehnya yang notabene gelas kedua yang gue buatkan selama ia berkunjung hari ini. "Tapi, lihat keadaannya sekarang..."
Gue kembali merebut smartphone Tante Angel dan mengamati foto yang masih memenuhi layar. "Sedangkan lelaki di sampingnya," Tante Angel menunjuk lelaki berkulit putih bersih dengan gaya necis dan oh-so-masculine, "dia anak tukang kayu. Bukan pemilik toko, hanya pesuruh. But look at him now. Kelar kuliah dia buka usaha dan bisnisnya berkembang pesat sampai sekarang."
Lagi.
What?
Selepas membuat gue tercenung dua kali, Tange Angel seenaknya mengganti topik--yang hanya dimengerti oleh dia dan mama--dan menyisakan sepenggal kisah tadi di kepala gue sampai sekarang.
Yang kemudian gue sadari, Tuhan sungguh maha pembolak-balik kehidupan. Mereka yang menikmati kelebihan tiba-tiba diambil kembali kenikmatannya dan diganti kesengsaraan. Mereka yang berkekurangan namun bertekad bangkit diwujudkan impiannya. Ada-ada aja.
Gue sendiri bukan orang yang hidup berlebihan, namun juga gak begitu kekurangan. Di sekolah, nama gue gak selalu masuk dalam list ranking umum, tapi juga gak bikin mama nangis saat ngeliat isi rapor gue. Gak setiap pagi memoles pemerah bibir dan nyatok rambut, tapi juga gak akan mengenakan seragam yang belum licin tanpa sentuhan setrika. Gue gak hanya temenan sama pengguna gadget dengan logo apel digigit, tapi juga pengguna ponsel berantena keluaran jaman bahoela. Gak hanya sama yang hobi ngerumpi di kafe dengan harga makanan-yang-padahal-porsinya-dikit-banget selangit, tapi juga yang doyan nongkrong di warung pinggir jalan dengan beberapa gelas air mineral.
Maka, akan seperti apa hidup mempermainkan gue? Tetep gini-gini ajakah? Be better or worse?
Gue bahkan baru terdaftar sebagai mahasiswi Ilmu Hukum tanpa bayangan akan menjadi 'siapa' gue kelak. Gue punya kemampuan bersosialisasi yang baik dengan pengalaman berorganisasi di SMA yang cukup membanggakan. Mungkin, jika segala tetek-bengek pendidikan berjalan lancar, gue bisa aja berakhir sebagai pengacara, notaris, or sumthin' yang sesuai dengan jurusan yang akan gue jalani sekian tahun ke depan.
But, life happens.
Apa yang gak pernah ada di bayangan kita bisa aja terjadi, seperti kasus teman lama Tante Angelina Jolie. Baik atau buruknya, gak sepenuhnya kita yang menentukan. Life happens, dan hidup bisa seenaknya mengubah sesuatu yang telah direncanakan sematang mungkin.
Yang bisa gue petik sebagai catatan penting, jangan pernah ngeremehin siapa pun, karena Tuhan sedikit pun gak pernah. Diri yang saat ini lo bangga-banggakan, bisa aja hancur berantakan dan yang nyisa hanya penyesalan. Dia yang sekarang lo pandang sebelah mata karena keterbatasannya, bisa aja yang suatu hari mengetuk pintu rumah lo dan memberikan bantuan saat lo mengalami hal pertama.
No comments:
Post a Comment