"How we spend our days is of course how we spend our lives."
- The Writing Life, Annie Dillard
Saya lupa kapan pertama kali membaca quote di atas, tapi kalimat itu terus melekat di pikiran saya yang memorinya tidak seberapa.
Lantas saya flashback, apa yang telah saya lakukan dengan hidup saya selama tujuh belas tahun terakhir? Cukup bermanfaatkah? Menyusahkan orang lainkah?
...
Setelah lima menit merenung, saya dengan cepat menyimpulkan bahwa saya belum berbuat banyak, untuk diri sendiri maupun orang lain. Banyak hari yang saya lalui dengan cara biasa-biasa saja, tidak produktif pun tak layak dikenang.
Ibadah yang saya jalankan jauh dari kata taat. Dan berhubung dulu saya adalah anak sekolahan, hari sekolah saya habiskan dengan bermain (secara harfiah), nongkrong dengan teman atau dia-yang-pacar-bukan-dianggap-teman-tidak-mau, menjalankan roda organisasi dengan kemampuan seadanya, menganggap belajar hanya sekadar formalitas untuk mendapat nilai yang memenuhi standar dan tanpa tujuan khusus. Saat libur? Memborong novel (dari rumah teman, obviously), leyeh-leyeh di kamar seharian, lupa keadaan sekitar. Mempunyai impian menjadi penulis, tapi tak kunjung mulai menulis. Berburu lomba menulis cerita pendek, sekali menang, tak lagi mengejar apa pun (mungkin tak ada lagi lomba serupa yang dilaksanakan, entahlah). Cukup menyenangkan, memang. Tapi tetap saja. Selama tujuh belas tahun, hanya itu.
Saya merasa belum mencapai apa pun.
Dan belum ada rencana untuk mengubahnya.
Hingga kalimat Annie Dillard dalam buku The Writing Life itu menyentuh sisi kemanusiaan (bukan berarti saya punya sisi jin atau apa) saya dengan sempurna.
Dalam tujuh belas, delapan belas, puluhan tahun setelah ini, saya ingin berusaha mencuri perhatian-Nya dengan cara yang Dia senangi. Saya sadar telah melakukan banyak keburukan yang hanya saya dan Dia yang tahu. Maka, mendekati-Nya adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan nikmat. Saya percaya pada janji kebaikan yang akan Dia beri kepada mereka yang mengejar kebahagiaan di jalan-Nya.
Saya berharap menjadi sosok yang dicari saat orang lain merayakan kesenangan atas apa yang saya lakukan, pun dibutuhkan saat orang lain mencari solusi karena belum berkesempatan mengalami hal pertama. Sebab sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi lingkungannya. Dan menyebar kebaikan adalah sebaik-baiknya cara melalui hidup.
Saya ingin menjadi pribadi yang lebih produktif. Saat ini, karena belum punya cara lain untuk menghasilkan sesuatu, setidaknya saya ingin meluangkan waktu setiap hari untuk menulis tentang apa saja, menghibur diri sendiri juga pembaca (untuk hal ini saya tidak berharap banyak, sih, but try me). Lalu, jika pada detik-detik terakhir hidup saya ada yang sempat bertanya bagaimana kau menghabiskan sisa hidupmu? Dengan tenang saya akan menjawab, dengan menulis. Pada akhirnya saya akan menutup usia sambil tersenyum. Hehehe.
Kalau kau, apakah sudah merasa cukup dengan dirimu saat ini? Apa kau sudah menghabiskan beberapa tahun hidupmu dengan status 'layak kenang'? Jika belum, lantas langkah apa yang akan kau ambil? Memperbaiki? Membiarkannya berlalu biasa-biasa saja? Atau malah memperburuk keadaan?
No comments:
Post a Comment