Kau, apa kabar? Aku baik-baik saja, jika kau melemparkan pertanyaan serupa. Sesungguhnya, tak banyak yang berubah sejak kepergianmu. Rindu, debar, mimpi saat lelap, semua masih tentangmu.
Tak ada yang berubah, kecuali kebiasaanku pada malam hari. Percakapan-percakapan larut malam yang dulu selalu kita lakukan kini berganti dengan penantian. Penantian atas hal yang sama dapat terulang kembali. Ya, aku tahu, aku tahu, tak ada lagi yang perlu kita perbincangkan. Dulu, hal-hal remeh menjadi begitu penting saat keluar dari mulut salah satu kita, namun mau dikatakan apa lagi kita tak akan pernah satu...~ Kita pun paham itu.
Tak ada yang berubah, kecuali saat aku ingin bepergian. Dulu, aku punya kau yang tahu betul seluk-beluk setiap jalan di kota kita. Aku hanya perlu menyebutkan nama tempat yang akan aku datangi, dan sepuluh menit kemudian, cling, aku tiba di sana dengan selamat. Sekarang, aku benar-benar baru merasakan peran google map. Aku harus mengecek lokasi yang akan aku datangi, menjejalkan dengan paksa nama jalan yang harus aku lalui ke dalam memori. Di samping itu, aku harus membina hubungan yang sangat baik dengan adikku, agar kalau mau ke mana-mana dia berbaik hati untuk mengantar dan menjemput.
Sungguh tak ada yang berubah, kecuali fakta bahwa aku bukan lagi sesiapa bagimu.
Tak usah memintaku berhenti berharap, sebab harapan itu sudah pupus sejak kau berkata kau tak menemukan apa yang kau cari dalam diriku.
Tak usah memaksaku pergi, sebab perlahan-lahan hatiku melangkah mundur dan mengaku kalah atas ketidakpedulianmu.
Tak usah menyuruhku berpaling, sebab aku tahu betul hanya itu yang bisa aku lakukan.
Salam,
perempuanmu,
dulu.
No comments:
Post a Comment