Lagi, kau menanyakannya. Kau bertanya apa kau begitu kejam telah meninggalkannya, apa kau telah berlaku jahat padanya, apa kau telah menyakiti hatinya, apa ia bersedih karenamu yang abai, kira-kira bagaimana perasaannya setelah semua yang telah kau perbuat.
Kau selalu begitu.
Kau bahkan tak pernah peduli bagaimana hidupku saat terabaikan olehmu. Kau tak pernah bertanya apa yang kurasakan saat melihatmu bersamanya. Kau tak ambil pusing ketika aku berjuang sendirian melawan godaan orang-orang yang tak henti menanyakanmu. Kau tak pernah ingin tahu keadaan hatiku setelah kau patahkan berkali-kali.
Aku peduli padamu, tetapi kau tak pernah sedikit pun melihat usahaku--kau malah lebih peduli padanya. Aku mencoba menarik perhatianmu, namun kau lebih tertarik memandangnya. Aku menyanjungmu, kau malah menyanjungnya. Aku menjaga perasaanmu, yang kau khawatirkan hanya perasaannya. Aku memilihmu, namun kau selalu memilihnya.
Aku tak tahu dan tak ingin tahu apa yang telah kau lakukan dengannya sehingga membuatmu begitu sulit melepaskan bayang-bayangnya meski kini kita telah bersama. Aku tak tahu dan selalu ingin tahu apa gerangan yang membuatku tak pernah nampak di matamu.
Apa aku terlalu peduli? Kau ingin aku bersikap tak acuh? Maafkan aku, Sayang. Aku pernah berada di posisi itu, saat di mana orang yang sangat kubutuhkan berpaling dan meninggalkan. Mungkin aku bukanlah yang kau butuhkan, tapi aku tak mau kau merasa diabaikan. Maka aku peduli.
Apa aku selalu ada untukmu? Kau ingin aku mencipta jarak? Maafkan aku, Sayang. Aku pernah menjalin hubungan begitu dekat dengan seseorang yang di hatinya terdapat jurang tak berujung yang memisahkan kami. Aku dan dia melangkah beriringan, tetapi aku tahu hatinya telah berlalu lebih dulu. Tak lama, raganya pun turut menjauh. Aku tak ingin kau menyicip pahitnya larut dalam sepi. Maka aku di sini, tak akan membiarkanmu seorang diri.
Apa aku terlalu mudah kau taklukkan? Kau ingin aku berlama-lama membiarkanmu menapaki hidup sendirian? Sekali lagi, maafkan aku, Sayang. Pesonamu terlalu kuat untuk kuabaikan begitu saja. Kau terlalu berharga, sedemikian berharganya yang membuatku tak ingin kehilangan.
Sayang, aku yakin kini di benakmu bergelayut semakin banyak tanda tanya.
Apakah semua yang kurasakan untukmu juga ia rasakan?
Jika kau benar-benar tak lagi memedulikannya, kumohon, lupakan pertanyaan apa pun yang kau simpan tentangnya. Tutup rapat-rapat buku yang menuliskan kisah lalumu, simpan di tempat tersembunyi. Jangan kau biarkan lembarannya terselip di buku milik kita. Dan, tetaplah di sisiku. Tatap aku seperti aku menatapmu. Kasihi aku seperti yang sekian lama kulakukan padamu.
Namun, Sayang, jika kau ingin tahu jawaban atas semua pertanyaan itu, pergilah. Silakan kau tanya sendiri padanya, dan tak akan ada lagi kita. Kisah kita berakhir sampai di sini. Dengan semua hal yang kutuliskan di atas, kau pasti tahu aku sudah cukup terlatih untuk berjuang hanya dengan diriku sendiri. Aku akan baik-baik saja.
Jika bukan kau, aku yakin kelak akan menemukan sosok yang memperlakukanku seperti kau memperlakukannya. Yang merasa memilikiku sudah lebih dari cukup. Yang akan melakukan apa pun untuk menjaga hatiku. Yang berjanji tak akan menyakitiku dan menepati setiap ucapannya. Sosok yang akan selalu memilihku, dan aku akan memilihnya.
Aku peduli padamu, tetapi kau tak pernah sedikit pun melihat usahaku--kau malah lebih peduli padanya. Aku mencoba menarik perhatianmu, namun kau lebih tertarik memandangnya. Aku menyanjungmu, kau malah menyanjungnya. Aku menjaga perasaanmu, yang kau khawatirkan hanya perasaannya. Aku memilihmu, namun kau selalu memilihnya.
Aku tak tahu dan tak ingin tahu apa yang telah kau lakukan dengannya sehingga membuatmu begitu sulit melepaskan bayang-bayangnya meski kini kita telah bersama. Aku tak tahu dan selalu ingin tahu apa gerangan yang membuatku tak pernah nampak di matamu.
Apa aku terlalu peduli? Kau ingin aku bersikap tak acuh? Maafkan aku, Sayang. Aku pernah berada di posisi itu, saat di mana orang yang sangat kubutuhkan berpaling dan meninggalkan. Mungkin aku bukanlah yang kau butuhkan, tapi aku tak mau kau merasa diabaikan. Maka aku peduli.
Apa aku selalu ada untukmu? Kau ingin aku mencipta jarak? Maafkan aku, Sayang. Aku pernah menjalin hubungan begitu dekat dengan seseorang yang di hatinya terdapat jurang tak berujung yang memisahkan kami. Aku dan dia melangkah beriringan, tetapi aku tahu hatinya telah berlalu lebih dulu. Tak lama, raganya pun turut menjauh. Aku tak ingin kau menyicip pahitnya larut dalam sepi. Maka aku di sini, tak akan membiarkanmu seorang diri.
Apa aku terlalu mudah kau taklukkan? Kau ingin aku berlama-lama membiarkanmu menapaki hidup sendirian? Sekali lagi, maafkan aku, Sayang. Pesonamu terlalu kuat untuk kuabaikan begitu saja. Kau terlalu berharga, sedemikian berharganya yang membuatku tak ingin kehilangan.
Sayang, aku yakin kini di benakmu bergelayut semakin banyak tanda tanya.
Apakah semua yang kurasakan untukmu juga ia rasakan?
Jika kau benar-benar tak lagi memedulikannya, kumohon, lupakan pertanyaan apa pun yang kau simpan tentangnya. Tutup rapat-rapat buku yang menuliskan kisah lalumu, simpan di tempat tersembunyi. Jangan kau biarkan lembarannya terselip di buku milik kita. Dan, tetaplah di sisiku. Tatap aku seperti aku menatapmu. Kasihi aku seperti yang sekian lama kulakukan padamu.
Namun, Sayang, jika kau ingin tahu jawaban atas semua pertanyaan itu, pergilah. Silakan kau tanya sendiri padanya, dan tak akan ada lagi kita. Kisah kita berakhir sampai di sini. Dengan semua hal yang kutuliskan di atas, kau pasti tahu aku sudah cukup terlatih untuk berjuang hanya dengan diriku sendiri. Aku akan baik-baik saja.
Jika bukan kau, aku yakin kelak akan menemukan sosok yang memperlakukanku seperti kau memperlakukannya. Yang merasa memilikiku sudah lebih dari cukup. Yang akan melakukan apa pun untuk menjaga hatiku. Yang berjanji tak akan menyakitiku dan menepati setiap ucapannya. Sosok yang akan selalu memilihku, dan aku akan memilihnya.
terima kasih!
ReplyDelete