Faye
melirik ke samping. Syukurlah, pandangan Adrian lurus menatap layar
bioskop. Perlahan Faye mengangkat kepalanya yang sedari tadi bersandar
pada bahu kiri Adrian, merogoh wristlet hitam yang selalu
dibawanya ke mana-mana. Mengintip ponsel, tidak ada pesan baru. Padahal
sudah dibayangkannya pesan-pesan belum terbaca yang dikirimkan Edwin.
Biasanya ada saja pesan yang dikirim Edwin saat Faye meminta waktu
sendirian, semoga kali ini pekerjaan membuat Edwin lupa. Setelah
memastikan Adrian masih sibuk dengan layar di hadapannya, Faye
menuliskan pesan singkat:
Ed, I miss you. Maaf ya, sekarang aku lagi rapat. Editor sinting, seenaknya nentuin deadline. See you soon, Sayang.
Terkirim. Dikembalikannya ponsel hati-hati agar tidak menarik perhatian Adrian.
...
Pukul satu malam.
Edwin membuka pintu di sisi kiri mobil. Uluran tangannya disambut Gea dengan
senyum malu-malu. Satu lagi wanita yang berhasil tunduk oleh pesona Edwin. Setelah memastikan gadis itu masuk ke rumah tanpa kekurangan
sesuatu apa pun, Edwin kembali ke mobil. Ponselnya mati, sengaja agar
agendanya malam ini tak terganggu panggilan yang mungkin merusak
acaranya. Syukurlah Faye ada rapat redaksi malam ini jadi dia tak perlu
menambah kebohongan yang sering dikatakannya pada gadis itu.
Satu pesan dari Faye, sigap dibalasnya.
Kamu jangan kecapean, Sayang. Tadi hp aku mati, kehabisan baterai. Cepat pulang ya, aku kangen.
No comments:
Post a Comment