2/12/17

Do Not Judge


Tempo hari, saat saya sedang memilih-milih buku untuk dibeli di toko buku yang ada di fakultas saya, pandangan saya jatuh pada seorang anak lelaki dengan baju lusuh dan sobek di beberapa bagian yang sedang duduk di salah satu sudut fakultas sambil memegangi perutnya. Di samping tempatnya menekuk lutut dan (saya duga) sesekali mengerang kesakitan, ada plastik besar transparan yang penuh oleh botol dan gelas mineral bekas pakai.

Sembari menimbang-nimbang akan membeli satu atau dua buku sekaligus, mata saya terus mengawasi anak itu. Puluhan mahasiswa, saya rasa, telah berlalu dan tidak memberi perhatian yang berarti kepadanya. Dua-tiga melirik sambil berbisik, tetapi tidak ada yang menghampiri.

Saya segera memutuskan hanya membeli satu buku dan berjalan menuju anak itu. Namun, baru sekitar dua meter jauhnya dari toko buku, langkah saya berhenti. Anak lelaki tadi kini tidak sendiri. Di sisinya, seorang mahasiswa mencoba mengajak bicara. Ia menyuguhkan satu bungkus roti yang sepertinya baru saja dibeli di kantin. Seandainya mahasiswa itu adalah remaja masjid fakultas, mungkin reaksi saya akan biasa-biasa saja. Tetapi lelaki yang sedang berjongkok itu adalah mahasiswa yang terkenal bandel. Ya malas masuk kuliah, ya malas kerja tugas, ya perokok, dan punya segudang predikat buruk.

Kaki saya terpaku di tempatnya. Walau anak lelaki itu berkeras untuk menolak, si mahasiswa tampaknya keras kepala untuk memilik tidak akan beranjak sebelum anak itu memakan roti pemberiannya. Ia membujuk dengan lembut, tidak seperti biasanya yang hanya gemar berteriak tidak jelas. Rasa hangat menjalar di hati saya saat anak lelaki itu akhirnya mengangkat kepala dan menerima roti, seraya mereka saling berbalas senyum.

Lesson of this week: there is no such thing as a genuinely good person and a completely bad one.

2 comments:

  1. mampir juga ya...

    http://khazanah77.blogspot.co.id

    ReplyDelete