Untuk mendapatkan hal-hal (yang dianggap) terbaik, tentu kita harus mengorbankan banyak hal. Waktu, mungkin. Pun tenaga, materiil, dan lain sebagainya. Saya ngomong 'hal-hal yang dianggap terbaik' sebab jangan sampai kita mengorbankan segalanya untuk sesuatu yang sebenarnya nggak berguna dan merugikan. Menunggu seseorang yang bahkan nggak menganggap kita ada, misalnya. Beberapa orang dari kita berkata hal tersebut merupakan cara memperjuangkan cinta; pembenaran-pembenaran yang diucapkan untuk menutupi kepengecutan mengungkap isi hati. Untuk apa mengorbankan waktu dan hati untuk dia yang bahkan kau sapa saja tak pernah? Waktumu terbuang percuma, perasaan tak terbalas pula. Sungguh rugi.
Tetapi, saya nggak akan membahas 'pengorbanan' secara luas. Hanya tentang harapan-harapan yang berbalas semu oleh mereka yang terjebak dalam hubungan yang seharusnya tak ada dia. Orang ketiga. Bukan dari sisi negatif orang ketiga sebagai calon perebut pasangan orang; tetapi orang ketiga yang justru harus berkorban segalanya untuk sosok pujaan yang sebenarnya tak cukup menyayangi kekasihnya.
Hal ini menimpa beberapa kawan saya; entah ia sebagai orang ketiga itu sendiri, atau sebagai perempuan/lelaki yang memiliki 'hubungan khusus' dengan si orang ketiga, atau sebagai kekasih 'sungguhan' perempuan/lelaki tadi. Tetapi kebanyakan adalah tipe pertama. Itu kenapa, ya?
Setelah mendaki gunung dan melewati lembah untuk melakukan penelitian, akhirnya saya menemukan jawabannya. Mereka adalah mantan kekasih perempuan/lelaki yang sudah berpacar, yang sebenarnya ia dan si mantan itu masih saling menyayangi, hanya saja si mantan keburu memutuskan untuk mencari pacar selain dia. Mereka yang putusnya tidak secara baik-baik (karena kalau baik ya nggak akan putus). Atau mereka yang putus gegara ada orang ketiga--yang pada akhirnya menjadi pacar baru si mantan yang juga masih sayang sama dia. Iya, masalahnya berakar di hati yang terbagi sejak awal. Dan pada ego-ego tidak bertanggung jawab.
Beberapa orang dengan santainya membagi hati pada dua orang berbeda. Menjadikan salah satu sebagai kekasih; yang lain dianggap pelarian, ingin memiliki tapi tak bisa meninggalkan yang lebih dulu hadir dalam hidup. Maunya apa? Kawan saya mengaku si mantan masih sayang dan akan segera meninggalkan kekasihnya demi dia. Sesuatu yang saya rasa amat kecil kemungkinannya.
"Mantan saya bilang dia masih sayang banget sama saya, tapi dia butuh waktu buat ninggalin pacarnya. Soalnya... dia juga sayang sama pacarnya. Pacarnya juga sayang dia. Dia nggak tega."
See? Masih mau mempertahankan sosok yang dengan isi hatinya saja dia tak yakin? Yang hatinya terbagi kiri-kanan? Yang ia sendiri tak tahu mau memilih siapa? Tidakkah melelahkan terjebak dalam hubungan seperti itu--untuk waktu yang mungkin lebih lama lagi? Tidakkah kalian pernah berpikir untuk berhenti dan melupakan semua harap semu itu?
Perempuan/lelaki seperti itu bukan sosok yang pantas untuk kau beri setulus-tulusnya kasih. Memilihmu saja ia tak yakin, lalu apa? Berpindahlah. Ia tak bisa mengambil keputusan. Kau, buka mata-pikiran-hati, banting setir untuk tidak terjerumus lebih jauh dalam hubungannya. Setelah ini kau mungkin akan terisak berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu. Saya tidak peduli. Asal tidak merusak hubungan orang, maka hatimu juga tidak sepantasnya dirusak oleh orang-orang seperti mereka.
Saat semuanya terjadi, berkorbanlah. Menempati posisi seperti itu tidaklah mudah. Kau akan bertarung dengan ego untuk bertahan, dan 'kesadaran diri' untuk melangkah pergi. Jangan membiarkan egomu menang. Ingatlah: mantan kekasihmu sudah memiliki kekasih lain, yang walaupun ia tidak menyayanginya seperti cara ia menyayangimu, tidak seharusnya kau meninggikan ego dan menuntut ia untuk tetap bersamamu. Ia jelas tidak memilihmu, apa lagi yang kau harapkan?
Pergilah. Biarkan dia belajar lebih mencintai kekasihnya. Biarkan dia menikmati waktu yang ia miliki dengan kekasihnya. Dan kau, nikmati kesendirianmu. Tak usahlah kau usik hidup orang lain. Lagi pula kau punya aku dan kawan lain yang siap untuk kau isengi setiap harinya. Cukup titipkan satu doa, agar ia tetap berbahagia dalam lindungan-Nya.
Jadi, berkorban? Entah perasaan, waktu, tenaga, materiil; kenapa tidak untuk sesuatu yang berpengaruh atas bahagiamu?
No comments:
Post a Comment